Penulis : Tami Asyifa
Editor : Windy Effendy
Kegiatan literasi di negeri ini belum bisa dikatakan baik-baik saja. Dari hasil penelitian Program for International Student Assessment (PISA) 2022 yang baru-baru ini diumumkan pada 5 Desember 2023, Indonesia berada di peringkat 68 dengan skor : 379 untuk matematika, 398 sains, dan 371 membaca.
Rendahnya minat baca terlebih di era gawai ini membutuhkan perhatian yang serius dan memerlukan upaya yang konsisten serta berkelanjutan. Pemerintah harus lebih fokus pada program peningkatan literasi. Namun, tanpa menunggu upaya pemerintah, keluarga sebagai bagian terkecil dalam sistem pun bisa mengambil peran.
Berbagai kegiatan di dalam keluarga dapat dimulai dengan membangun kebiasaan berliterasi, seperti membudidayakan aktivitas membaca di keluarga, menyediakan bahan membaca, melakukan kunjungan berkunjung ke pameran atau toko buku, membiasakan baca cerita sebelum tidur, dan aktivitas lainnya. Peran membangun literasi dari sektor terkecil seperti ini yang sedang diupayakan oleh Meti Suryati.
Meti Suryati, ibu rumah tangga yang berdomisili di Bogor ini biasa disapa Meti. Saat ini, selain menjalani aktivitas sebagai ibu rumah tangga, Meti juga mengambil peran sebagai sekretaris regional Ibu Profesional Depok. Perempuan yang dikenal humoris ini mempunyai hobi membaca buku. Ia bahkan bisa membaca buku di mana saja, di tempat ramai pun jadi. Ia menyukai karya-karya Andrea Hirata terutama yang berjudul Guru Aini, juga Tere Liye dan Luna Torashyngu.
Meti Suryati menyelesaikan pendidikannya formalnya hingga master di jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia. Dengan bekal pendidikan ini, ia pernah mengajar di sebuah sekolah menengah. Menekuni dunia pendidikan membuat Meti memahami masalah literasi di negeri ini. Siswa yang lebih sering terpapar gadget—terutama game online—merupakan salah satu tantangan dalam kegiatan literasi di sekolah. Meti berupaya untuk memberi teladan dan membuat kegiatan literasi yang asyik bersama anak didiknya agar tidak fokus pada gadget.
Ketika ia menyadari bahwa kegiatan literasi harus diupayakan sejak dini, Meti memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Berada di rumah membuatnya bisa maksimal beraktivitas bareng anak. Geliat literasinya di rumah diawali dengan kegiatan read-a-loud.
Meti merasa bahagia ketika anak-anaknya memintanya membacakan buku. Bahkan saking antusiasnya, mereka bisa berkali-kali minta dibacakan buku. Ia merasa senang sudah pernah mengenalkan bacaan sejak anaknya bayi. Walaupun awalnya banyak orang yang sangsi, ia pantang menyerah. Ia sering mendapatkan cemoohan. Kadang dibilang kurang kerjaan bahkan pernah dibilang kurang waras. Namun, ia merasakan hasilnya. Anak-anaknya pun berteman dengan buku bacaan.
Bagi Meti, mengenalkan buku bukan sekadar agar anak bisa cepat membaca, tetapi juga untuk menunjukkan bahwa buku adalah jendela dunia. Sudah seharusnya jendela dunia itu dikenalkan pada anak sejak bayi. Banyak orangtua yang ingin anaknya rajin membaca, tetapi tidak mau berproses.
Beraktivitas di rumah tidak menghalangi Meti untuk produktif. Selain membaca buku dengan giat dan menstimulasi kegemaran membaca pada anak-anaknya, Meti juga aktif menulis. Ia suka menulis cerita pendek (cerpen), terutama fiksi bertemakan pendidikan. Segala sesuatu yang terkait dengan realita menjadi bahan tulisan yang mengasyikkan.
Meti pernah membuat proyek menulis cerita anak secara berkala. Karya-karya tersebut diunggah di media sosialnya. Harapannya, tulisan yang ia buat bisa menjadi bahan read-a-loud bareng anak-anaknya sekaligus memberi manfaat bagi para orangtua lainnya. Seperti harapannya, ia hanya ingin dikenal sebagai penulis yang bermanfaat.
Meti Suryati menyediakan waktu untuk menulis pada malam hari. Biasanya ia sudah mulai membuat konsep sejak pagi. Ketika masih fresh, ada saja ide yang mampir di pikirannya. Bisa juga, ketika ada waktu luang. Platform yang sering digunakannya adalah Google Document. Tantangan terbesar baginya adalah menyelesaikan tulisan yang sudah dimulainya, terkadang sering terlupa.
Keseriusannya pada kegiatan literasi juga berlanjut dengan keinginannya menjadi editor. Sebenarnya ia sudah pernah belajar editing sebagai salah satu mata kuliah yang dipelajarinya. Namun, ia merasa belum cukup. Ia pun mengambil kelas editing. Motivasinya belajar penyuntingan lagi adalah agar bisa melakukan swasunting sehingga naskahnya hanya memerlukan perbaikan minor saja ketika tiba di tangan editor.
Menurut Meti, hasil dari sebuah proses bisa dilihat ketika dilakukan dengan konsisten. Rutinitasnya menguatkan literasi sejauh ini sudah membuahkan hasil, meski masih dalam lingkup terkecil.
Tips agar konsisten menulis dari Meti, antara lain:
Terakhir, Meti yang pada 2018 sudah bergabung dengan KLIP sejak masih ODOP menyampaikan pesan pada teman-teman KLIP untuk tetap bersemangat menulis agar bisa memberi manfaat bagi orang lain.
Kegiatan Meti Suryati bisa diikuti pada tautan media sosial berikut ini:
https://www.instagram.com/metisuryati
Rendahnya minat baca terlebih di era gawai ini membutuhkan perhatian yang serius dan memerlukan upaya yang konsisten serta berkelanjutan. Pemerintah harus lebih fokus pada program peningkatan literasi. Namun, tanpa menunggu upaya pemerintah, keluarga sebagai bagian terkecil dalam sistem pun bisa mengambil peran.
Berbagai kegiatan di dalam keluarga dapat dimulai dengan membangun kebiasaan berliterasi, seperti membudidayakan aktivitas membaca di keluarga, menyediakan bahan membaca, melakukan kunjungan berkunjung ke pameran atau toko buku, membiasakan baca cerita sebelum tidur, dan aktivitas lainnya. Peran membangun literasi dari sektor terkecil seperti ini yang sedang diupayakan oleh Meti Suryati.
Geliat Literasi dari Rumah
Meti Suryati, ibu rumah tangga yang berdomisili di Bogor ini biasa disapa Meti. Saat ini, selain menjalani aktivitas sebagai ibu rumah tangga, Meti juga mengambil peran sebagai sekretaris regional Ibu Profesional Depok. Perempuan yang dikenal humoris ini mempunyai hobi membaca buku. Ia bahkan bisa membaca buku di mana saja, di tempat ramai pun jadi. Ia menyukai karya-karya Andrea Hirata terutama yang berjudul Guru Aini, juga Tere Liye dan Luna Torashyngu.
Meti Suryati menyelesaikan pendidikannya formalnya hingga master di jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia. Dengan bekal pendidikan ini, ia pernah mengajar di sebuah sekolah menengah. Menekuni dunia pendidikan membuat Meti memahami masalah literasi di negeri ini. Siswa yang lebih sering terpapar gadget—terutama game online—merupakan salah satu tantangan dalam kegiatan literasi di sekolah. Meti berupaya untuk memberi teladan dan membuat kegiatan literasi yang asyik bersama anak didiknya agar tidak fokus pada gadget.
Ketika ia menyadari bahwa kegiatan literasi harus diupayakan sejak dini, Meti memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Berada di rumah membuatnya bisa maksimal beraktivitas bareng anak. Geliat literasinya di rumah diawali dengan kegiatan read-a-loud.
Meti merasa bahagia ketika anak-anaknya memintanya membacakan buku. Bahkan saking antusiasnya, mereka bisa berkali-kali minta dibacakan buku. Ia merasa senang sudah pernah mengenalkan bacaan sejak anaknya bayi. Walaupun awalnya banyak orang yang sangsi, ia pantang menyerah. Ia sering mendapatkan cemoohan. Kadang dibilang kurang kerjaan bahkan pernah dibilang kurang waras. Namun, ia merasakan hasilnya. Anak-anaknya pun berteman dengan buku bacaan.
Bagi Meti, mengenalkan buku bukan sekadar agar anak bisa cepat membaca, tetapi juga untuk menunjukkan bahwa buku adalah jendela dunia. Sudah seharusnya jendela dunia itu dikenalkan pada anak sejak bayi. Banyak orangtua yang ingin anaknya rajin membaca, tetapi tidak mau berproses.
Dari Cerita Anak hingga Editor
Beraktivitas di rumah tidak menghalangi Meti untuk produktif. Selain membaca buku dengan giat dan menstimulasi kegemaran membaca pada anak-anaknya, Meti juga aktif menulis. Ia suka menulis cerita pendek (cerpen), terutama fiksi bertemakan pendidikan. Segala sesuatu yang terkait dengan realita menjadi bahan tulisan yang mengasyikkan.
Meti pernah membuat proyek menulis cerita anak secara berkala. Karya-karya tersebut diunggah di media sosialnya. Harapannya, tulisan yang ia buat bisa menjadi bahan read-a-loud bareng anak-anaknya sekaligus memberi manfaat bagi para orangtua lainnya. Seperti harapannya, ia hanya ingin dikenal sebagai penulis yang bermanfaat.
Meti Suryati menyediakan waktu untuk menulis pada malam hari. Biasanya ia sudah mulai membuat konsep sejak pagi. Ketika masih fresh, ada saja ide yang mampir di pikirannya. Bisa juga, ketika ada waktu luang. Platform yang sering digunakannya adalah Google Document. Tantangan terbesar baginya adalah menyelesaikan tulisan yang sudah dimulainya, terkadang sering terlupa.
Keseriusannya pada kegiatan literasi juga berlanjut dengan keinginannya menjadi editor. Sebenarnya ia sudah pernah belajar editing sebagai salah satu mata kuliah yang dipelajarinya. Namun, ia merasa belum cukup. Ia pun mengambil kelas editing. Motivasinya belajar penyuntingan lagi adalah agar bisa melakukan swasunting sehingga naskahnya hanya memerlukan perbaikan minor saja ketika tiba di tangan editor.
Konsistensi dan Hasilnya
Menurut Meti, hasil dari sebuah proses bisa dilihat ketika dilakukan dengan konsisten. Rutinitasnya menguatkan literasi sejauh ini sudah membuahkan hasil, meski masih dalam lingkup terkecil.
Tips agar konsisten menulis dari Meti, antara lain:
- Bangun budaya membaca agar banyak asupan bergizi dari buku bacaan
- Menulis saja dulu walau belum sesuai EYD, belajar lagi kemudian
- Gabung dengan komunitas yang sefrekuensi.
Terakhir, Meti yang pada 2018 sudah bergabung dengan KLIP sejak masih ODOP menyampaikan pesan pada teman-teman KLIP untuk tetap bersemangat menulis agar bisa memberi manfaat bagi orang lain.
Kegiatan Meti Suryati bisa diikuti pada tautan media sosial berikut ini:
https://www.instagram.com/metisuryati
0 Komentar